Kekebalan terhadap Yurisdiksi
Pendahuluan
Konsep kekebalan terhadap yurisdiksi suatu negara mau tidak mau menjadi kebutuhan tersendiri dalam hukum internasional. Pengecualian terhadap hukum negara setempat terhadap diplomat asing yang bertugas di negara tersebut merupakan suatu kebutuhan yang seringkali susah untuk dikompromikan atau dimengerti oleh mahasiswa hukum mengingat prinsip fiksi hukum yang menghendaki semua orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Di sisi lain, tanpa adanya kekebalan terhadap yurisdiksi suatu negara, maka tugas seorang diplomat tidak akan bisa dilaksanakan secara sempurna.
Kata-Kata Kunci:
a. Sovereign Immunity (Kekebalan [karena] Kedaulatan)
Suatu negara tak dapat memaksakan kedaulatannya terhadap negara berdaulat lainnya. Prinsip ini dikenal dengan istilah par in parem non habet imperium-jika kedudukannya sama maka tidak dapat saling memaksakan yurisdiksinya. Berdasar prinsip inilah maka prinsip kekebalan terhadap yurisdiksi suatu negara dimunculkan.
b. Kekebalan terhadap Diplomat
Dalam US Diplomatic and Consular Staff in Tehran Case (1980) ICJ Reports, hal 3 dan hal 40 menyatakan bahwa kekebalah terhadap diplomat adalah “...constitute a slef-contained regime, which on the one hand, lays down the receivingstate’s obligation regarding the facilities, privileges, and immunities to be acorded to diplomatic missions and, on the onthe, foresees their possible abuse by members of the mission and specifies the means at the disposal of the receiving state to counter any such abuses”
Sejak tahun 1961, masyarakat internasional telah menyepakati beberapa kekebalan untuk anggota misi diplomatik dalam Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961, antara lain yaitu:
1) Kekebalan terhadap gedung diplomatik (Diplomatic premises, Pasal 22)
“The premises of the mission shall be inviolable. The agents of the receiving state may not enter them, except with the consent of the head of the mission”. Hal ini dilandasi oleh tiga teori yang berbeda:
a) The Extraterritorial Theory, yang menganggap bahwa gedung kantor diplomatik adalah perpanjangan wilayah negara pengirim
b) The Representative Character Theory yang menganggap bahwa perwakilan dalah merupakan cerminan dari kehadiran kekuasaan asing yang harus dihormati oleh negara lain sebagaimana negara itu menghormati negara aslinya.
c) The Functional Necessity Theory, yang menganggap bahwa kekebalan terhadap yurisdiksi itu perlu dimiliki agar fungsi perwakilan diplomatik dapat dijalankan dengan baik.
2) Kekebalan terhadap surat-surat diplomatik (Diplomatic Correspondence, Pasal 27) termaktub dalam pasal ini adalah:
a) negera penerima harus mengijinkan dan melindungi kebebasan berkomunikasi antara kantor perwakilan dan negara pengirim
b) Korespondensi Resmi tidak boleh diganggu gugat
c) Kantong Diplomatik (Diplomatic bag) tidak boleh ditahan atau dibuka
3) Kekebalan terhadap anggota diplomatik dan kebebasan dari proses penangkapan dan penahanan (Pasal 29)
Setiap anggota misi diplomatik tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh negara penerima. Termasuk dalam pengertian itu adalah kewajiban dari negara penerima untuk melindungi anggota misi diplomatik dari serangan terhadap diri pribadi, kebebasan maupun martabatnya. Hak kekebalan bagi anggota diplomatik ini semakin ditegaskan dalam The Convention on the Prevention and Punishment of Crimes against Internationally Protected Persons, Including Diplomatic Agents 1973.
4) Kekebalan terhadap yurisdiksi kriminal dan tuntutan perdata (Pasal 31) dituangkan sebagai berikut: “...A diplomatic agent shall enjoy imunity from the criminal jurisdiction of the receiving state. He shall also enjoy immunity from its civil and administrative jurisdiction (subject to exeptions)” . Lebih lanjut disebutkan bahwa kekebalan terhadap yurisdiksi kriminal adalah absolut sementara perkecualian terhadap tuntutan perdata terkait dengan kepemilikan pribadi (private real property), pengalihan dan aktivitas komersial (succesion and commercial activity) di luar kewenangan dan tugas diplomatiknya. Seorang diplomat juga tidak bisa dipaksa untuk bersaksi dalam persidangan (Pasal 31 ayat 2)
c. Batas dari Kekebalan Diplomat
Diplomat asing dan keluarganya akan kehilangan kekebalan terhadap yurisdiksi, atau keleluasaan untuk menetap di negara penerima ketika tugas mereka dinyatakan telah berakhir.
d. Kekebalan terhadap Konsulat
Konsul sebenarnya lebih berperan dalam hal-hal administratif daripada seorang perwakilan politik, oleh karena memiliki perlindungan kekebalan terhadap yurisdiksi negara setempat yang lebih rendah jika dibandingkan perwakilan diplomatik. Hak dan kewajiban konsul dalam masyarakat internasional telah diatur di dalam The Vienna Convention on Consular Relations 1963 yang meliputi:
1) Gedung Konsulat tak dapat dimasuki tanpa ijin dari kepala kantor konsulat (Pasal 31)
2) Gedung Konsulat harus dilindungi dari kerusakan dan intrusi (Pasal 33)
3) Anggota Konsular tak dapat ditangkap atau ditahan kecuali terkait dengan kejahatan massal dan diikuti dengan keputusan peradilan yang berwenang atasnya (Pasal 41)
4) Kekebalan terhadap anggota konsulat terhadap yurisdiksi pidana maupun perdata terbatas kepada tindakan-tindakan mereka yang dilakukan sesuai dengan kewenangan dan fungsi-fungsi konsular
e. Kekebalan terhadap Organisasi Internasional
Tidak ada hukum kebiasaan internasional yang mengakui perlunya atau adanya perlindungan terhadap yurisdiksi suatu negara terhadap misi perwakilan organisasi internasional. Namun demikian, ada the Vienna Convention on the Representation of States in Their Relations with International Organizations of a Universal Character 1975 yang mencoba untuk membuat prinsip-prinsip umum bagaimana sebuah organisasi internasional dapat juga memiliki keistimewaan, sekalipun terbatas, ketika melakukan tugasnya di negara lain.. Sayangnya sampai saat ini konvensi tersebut belum berlaku. Oleh karena itu, derajat kekebalan dari para anggota yang bertugas dalam organisasi internasional sangat tergantung kepada negosiasi dan perjanjian antara organisasi tersebut dengan negara penerimanya.
Disadur dari Templeman, L, consultant editor, (1997) Public International Law, London: Old Bailey Press
Konsep kekebalan terhadap yurisdiksi suatu negara mau tidak mau menjadi kebutuhan tersendiri dalam hukum internasional. Pengecualian terhadap hukum negara setempat terhadap diplomat asing yang bertugas di negara tersebut merupakan suatu kebutuhan yang seringkali susah untuk dikompromikan atau dimengerti oleh mahasiswa hukum mengingat prinsip fiksi hukum yang menghendaki semua orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Di sisi lain, tanpa adanya kekebalan terhadap yurisdiksi suatu negara, maka tugas seorang diplomat tidak akan bisa dilaksanakan secara sempurna.
Kata-Kata Kunci:
a. Sovereign Immunity (Kekebalan [karena] Kedaulatan)
Suatu negara tak dapat memaksakan kedaulatannya terhadap negara berdaulat lainnya. Prinsip ini dikenal dengan istilah par in parem non habet imperium-jika kedudukannya sama maka tidak dapat saling memaksakan yurisdiksinya. Berdasar prinsip inilah maka prinsip kekebalan terhadap yurisdiksi suatu negara dimunculkan.
b. Kekebalan terhadap Diplomat
Dalam US Diplomatic and Consular Staff in Tehran Case (1980) ICJ Reports, hal 3 dan hal 40 menyatakan bahwa kekebalah terhadap diplomat adalah “...constitute a slef-contained regime, which on the one hand, lays down the receivingstate’s obligation regarding the facilities, privileges, and immunities to be acorded to diplomatic missions and, on the onthe, foresees their possible abuse by members of the mission and specifies the means at the disposal of the receiving state to counter any such abuses”
Sejak tahun 1961, masyarakat internasional telah menyepakati beberapa kekebalan untuk anggota misi diplomatik dalam Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961, antara lain yaitu:
1) Kekebalan terhadap gedung diplomatik (Diplomatic premises, Pasal 22)
“The premises of the mission shall be inviolable. The agents of the receiving state may not enter them, except with the consent of the head of the mission”. Hal ini dilandasi oleh tiga teori yang berbeda:
a) The Extraterritorial Theory, yang menganggap bahwa gedung kantor diplomatik adalah perpanjangan wilayah negara pengirim
b) The Representative Character Theory yang menganggap bahwa perwakilan dalah merupakan cerminan dari kehadiran kekuasaan asing yang harus dihormati oleh negara lain sebagaimana negara itu menghormati negara aslinya.
c) The Functional Necessity Theory, yang menganggap bahwa kekebalan terhadap yurisdiksi itu perlu dimiliki agar fungsi perwakilan diplomatik dapat dijalankan dengan baik.
2) Kekebalan terhadap surat-surat diplomatik (Diplomatic Correspondence, Pasal 27) termaktub dalam pasal ini adalah:
a) negera penerima harus mengijinkan dan melindungi kebebasan berkomunikasi antara kantor perwakilan dan negara pengirim
b) Korespondensi Resmi tidak boleh diganggu gugat
c) Kantong Diplomatik (Diplomatic bag) tidak boleh ditahan atau dibuka
3) Kekebalan terhadap anggota diplomatik dan kebebasan dari proses penangkapan dan penahanan (Pasal 29)
Setiap anggota misi diplomatik tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh negara penerima. Termasuk dalam pengertian itu adalah kewajiban dari negara penerima untuk melindungi anggota misi diplomatik dari serangan terhadap diri pribadi, kebebasan maupun martabatnya. Hak kekebalan bagi anggota diplomatik ini semakin ditegaskan dalam The Convention on the Prevention and Punishment of Crimes against Internationally Protected Persons, Including Diplomatic Agents 1973.
4) Kekebalan terhadap yurisdiksi kriminal dan tuntutan perdata (Pasal 31) dituangkan sebagai berikut: “...A diplomatic agent shall enjoy imunity from the criminal jurisdiction of the receiving state. He shall also enjoy immunity from its civil and administrative jurisdiction (subject to exeptions)” . Lebih lanjut disebutkan bahwa kekebalan terhadap yurisdiksi kriminal adalah absolut sementara perkecualian terhadap tuntutan perdata terkait dengan kepemilikan pribadi (private real property), pengalihan dan aktivitas komersial (succesion and commercial activity) di luar kewenangan dan tugas diplomatiknya. Seorang diplomat juga tidak bisa dipaksa untuk bersaksi dalam persidangan (Pasal 31 ayat 2)
c. Batas dari Kekebalan Diplomat
Diplomat asing dan keluarganya akan kehilangan kekebalan terhadap yurisdiksi, atau keleluasaan untuk menetap di negara penerima ketika tugas mereka dinyatakan telah berakhir.
d. Kekebalan terhadap Konsulat
Konsul sebenarnya lebih berperan dalam hal-hal administratif daripada seorang perwakilan politik, oleh karena memiliki perlindungan kekebalan terhadap yurisdiksi negara setempat yang lebih rendah jika dibandingkan perwakilan diplomatik. Hak dan kewajiban konsul dalam masyarakat internasional telah diatur di dalam The Vienna Convention on Consular Relations 1963 yang meliputi:
1) Gedung Konsulat tak dapat dimasuki tanpa ijin dari kepala kantor konsulat (Pasal 31)
2) Gedung Konsulat harus dilindungi dari kerusakan dan intrusi (Pasal 33)
3) Anggota Konsular tak dapat ditangkap atau ditahan kecuali terkait dengan kejahatan massal dan diikuti dengan keputusan peradilan yang berwenang atasnya (Pasal 41)
4) Kekebalan terhadap anggota konsulat terhadap yurisdiksi pidana maupun perdata terbatas kepada tindakan-tindakan mereka yang dilakukan sesuai dengan kewenangan dan fungsi-fungsi konsular
e. Kekebalan terhadap Organisasi Internasional
Tidak ada hukum kebiasaan internasional yang mengakui perlunya atau adanya perlindungan terhadap yurisdiksi suatu negara terhadap misi perwakilan organisasi internasional. Namun demikian, ada the Vienna Convention on the Representation of States in Their Relations with International Organizations of a Universal Character 1975 yang mencoba untuk membuat prinsip-prinsip umum bagaimana sebuah organisasi internasional dapat juga memiliki keistimewaan, sekalipun terbatas, ketika melakukan tugasnya di negara lain.. Sayangnya sampai saat ini konvensi tersebut belum berlaku. Oleh karena itu, derajat kekebalan dari para anggota yang bertugas dalam organisasi internasional sangat tergantung kepada negosiasi dan perjanjian antara organisasi tersebut dengan negara penerimanya.
Disadur dari Templeman, L, consultant editor, (1997) Public International Law, London: Old Bailey Press
1 Comments:
pak, punya kasus-kasus mengenai penyalahgunaan kekebalan kantong diplomatik? saya perlu untuk skripsi. trims
dewi, agnifigue@yahoo.com
Post a Comment
<< Home